R. H. Robins dalam Lingusitik Umum, mengelompokkan kategori gramatikal menjadi jumlah, genus/jenis, kala aspek, modus, kala, persona, dan sebagainya, yang disebut sebagai kategori tradisional. Harimurti Kridalaksana dalam Sintaksis menyebutnya sebagai kategori sekunder.

Dalam kebanyakan bahasa dan dengan tingkatan yang berbeda-beda, hubungan sintaksis di antara anggota-anggota kelas kata disertai bentuk morfologis yang khusus dalam beberapa atau semua kata variabel yang bersangkutan, sebagaimana halnya perbedaan paradigma dalam bentuk-bentuk kata menyerupai dan melengkapi perbedaan sintaksis dalam menetapkan kelas kata. Persyaratan-persyaratan demikian merupakan dasar untuk membagi seluruh perangkat bentuk kata-kata variabel menjadi beberapa kategori yang berbeda-beda. Contohnya ialah kategori-kategori tradisional, yaitu jumlah, genus, kala, persona, kasus, dan sebagainya.

 1.      Jumlah, Genus/Jenis, Kasus

Dalam bahasa Inggris, nomina bahasa Inggris, dengan mengesampingkan posesif –s’ mempunyai dua bentuk yang berbeda secara gramatikal; perbedaan ini seiring dengan variasi di antara verba-verba yang terdiri dari akar dan akar plus /-s/, /z/, dan/-iz/ (man eats ‘orang makan’, men eat ‘orang-orang makan’) dalam pola kalimat ekosentris dasar: nomina + verba. Kedua bentuk nomina ini beserta bentuk-bentuk verba yang diperlukan masing-masing nomina itu, disebut tunggal dan jamak, dan bersama-sama membentuk kategori jumlah dalam bahasa Inggris.

Dalam bahasa Perancis, kategori yang paling sepadan berlaku pada nomina dan verba dengan cara yang hampir sama seperti dalam bahasa Inggris, kecuali bahwa dalam bahasa Perancis terdapat lebih banyak variasi bentuk verba. Di samping itu, adjektiva dan artikel le /lǝ/ (tunggal) serta les /lǝ/ (jamak) memperlihatkan variasi jumlah tergantung pada jumlah nomina yang secara sintaktis ditaukan dengan artikel tersebut. Adjektiva bahasa Inggris memuncul dalam bentuk yang sama, berapapun jumlah nomina yang ditautkan, tetapi dalam bahasa Perancis, kita melihat le cheval royal /lǝ fǝval rwajal/ ‘kuda kerajaan itu’, les chevaux royaux /le vo rwajo/ ‘kuda-kuda kerajaan itu’  (dalam bahasa Perancis, perbedaan kata ini lebih menonjol dalam tulisan daripada dalam ucapan, karena pada umumnya perbedaan tersebut dinyatakan oleh huruf akhir dalam kata yang dieja, yang sering tidak mempunyai perbedaan yang sepadan dalam lafal). Dalam bahasa Inggris hanya ada satu pasang akata adjektival yang berbeda jumlahnya dengan cara demikian, yaitu this ‘ini’ (tunggal) dan that ‘itu (tunggal), these ‘ini’ (jamak) dan those ‘itu’ (jamak) (this man ‘orang ini’, that man ‘orang itu’, these men ‘orang-rang ini’, those men ‘orang-orang itu’).

Perbedaan jumlah gramatikal antara tunggal dan jamak adalah perbedaan yang paling umum dalam kategori semacam ini. Akan tetapi, beberapa bahasa secara formal membedakan tiga jumlah, yang disebut tunggal, dualis, dan jamak (bentuk dualis dipakai untuk mengacu kepada dua unsur). Bahasa Yunani Kuno, Sansekerta, dan Slavia Kuno memiliki jumlah yang berbeda secara formal. Beberapa bahasa lain mempunyai empat, yaitu tunggal, dualis, trialis atau paukal (apabila mengacu kepada tiga hal atau sejumlah kecil), dan jamak. Salah satunya adalah bahasa Fiji yang mempunyai empat jumlah pronominanya.

Bentuk kata dari artikel dan adjektiva bahasa Inggris dan Perancis menunjukkan perbedaan kategori gramatikal yang lain lagi dalam kedua bahasa tersebut. Dalam bahasa Inggris, variasi bentuk nomina hanya memerlukan satu kategori, yaitu kategori jumlah. Dalam bahasa Perancis, adjektiva dan artikel memerlukan kategori yang lain lagi, dengan korelasi semantik yang jauh lebih sedikit, yaitu yang biasanya disebut genus atau jenis, untuk menjelaskan bentuk-bentuk yang diperlihatkan oleh kata-kata ini dalam kalimat. Dalam bahasa Inggris, adjektiva dan artikel the tidak berbeda-beda tergantung pada subpembagian gramatikal nomina yang mengikutinya.

Dalam bahasa Perancis, sebagaimana dalam sejumlah bahasa lain, nomina dibagi menjadi dua kelas adjektiva yang menyertainya. Kedua kelas dalam ketegori genus ini disebut maskulin dan feminin. Dengan demikian, kita mendapati Beau cadeau /bo kado/ ‘Hadiah yang bagus’ Le cadeau est beau /lǝ kado ɛ bo/ ‘Hadiah itu bagus’, tetapi Belle robe /bɛ rɔb/ ‘Gaun yang bagus’, La robe est belle / lǝ rɔb bɛl/ ‘Gaun itu bagus’.

Dalam bahasa Inggris, genus merupakan kategori dengan eksponensi atau penandaan eksplisit yang lebih terbatas. Nomina dapat dibagi menjadi tiga subkelas genus utama tergantung apakah nomina tersebut memerlukan himself, herself, ataukah itself dalam kalimat-kalimat seperti The boy hurt himself ‘Anak itu melukai dirinya sendiri’, The girl hurt herself “Gadis itu melukai dirinya sendiri’, dan The snake hurt itself ‘Ular itu melukai dirinya sendiri’. Keanggotaan kelas-kelas genus ini menentukan hubungan leksikal dari anaphora atau acuan balik, yang bisa berlaku melintasi batas kalimat. Boy, girl, dan snake masing-masing diacu dengan pronomina he, she, dan it. Pemilihan bentuk pronomina dalam acuan balik ditentukan oleh genus nomina yang semula dipakai dalam bahasa lain yang menggunakan kategori ini. Dalam bahasa Perancis, pronomina nonpenegas preverbal yang mengacu kepada cadeau adalah il /il/ dan yang mengacu kepada robe adalah elle /ɛl/. Kita melihat bahwa dalam bahasa Inggris, perbedaan genus hanya berlaku bagi kategori jumlah tunggal, sedangkan bentuk nomina jamak memerlukan themselves dalam jenis kalimat yang dikutip di atas (They boys (atau girls atau snakes) hurt themselves), dan diacu dengan they.

Di samping kategori-kategori tersebut diperlukan kategori lain yang disebut kasus. Dengan adanya kasus ini, hubungan sintaktis yang khusus antara nomina (dan frasa nomina) dan konstituen-konstituen lainnya dalam kalimat memerlukan bentuk yang khusus. Dalam bahasa Inggris dan Perancis, nomina dan adjektiva tidak berubah bentuk menurut hubungan sintaktis nomina tersebut dengan verba atau kata-kata lain dalam kalimat.

Bahasa Inggris dan Perancis mempunyai perbedaan kasus untuk pronomina personanya: dalam bahasa Inggris, I hate him ‘Saya membenci dia’ tetapi He hates me ‘Dia membeci saya’; dalam bahasa Perancis, Je le deteste, Il me deteste. Bahasa Perancis juga memiliki bentuk datif untuk pronomina persona, yang sama dengan a plus nomina atau frasa nomina: Je le lui fonne ‘Saya memberikannya kepada dia’.

Kategori kasus, yang melibatkan bentuk yang berbeda-beda untuk nomina, pronomina, adjektiva, dan beberapa kelas kata lain, sangat menonjol dalam bahasa Latin dengan enam kasus yang berlainan, bahasa Yunani Kuno dengan lima kasus, dan bahasa Sansekerta dengan delapan kasus. Beberapa bahasa empunyai banyak sekali kasus. Bahasa Suomi, misalnya, memiliki lima belas kasus nomina yang berbeda-beda, dan masing-masing kasus memiliki fungsi sintaktis sendiri-sendiri.

 2.      Kala, Aspek, dan Modus

Sistem verbal atau sistem kala-aspek-modus (KAM) dalam sintaksis klausa tidak hanya menyangkut kaidah morfologis. Berikut penjelasan tiap sistem:

  • a.      Sistem Kala

Terdapat bahasa yang tidak memiliki pemarkahan morfologis yang bersifat paradigmatis dan bukan derivasional. Terdapat bahasa yang perfrastis. Kala menunjukkan waktu keadaan/tindakan yang diungkapkan oleh verba pada saat penuturan.

Kala atau tenses adalah informasi dalam kalimat yang menyatakan waktu terjadinya perbuatan, kejadian, tindakan, atau pengalaman yang disebutkan didalam predikat. Kala ini lazimnya menyatakan waktu sekarang, sudah lampau, dan akan datang. Beberapa bahasa menandai kala itu secara morfemis; artinya pernyataan kala itu ditandai dengan bentuk kata tertentu pada verbanya.

Bahasa Indonesia tidak menandai kala secara morfemis,melainkan secara leksikal. Antara lain dengan kata sudah untuk kata lampau, sedang untuk kata kini, dan akan untuk kata nanti. Berikut contoh datanya:

(1)   Kami berapat kemarin dulu. [preterit]

(2)   Saya lahir pada tahun 1940. [preterit]

(3)   Mereka sudah selesai makan. [perfekta]

(4)   Pesawat udara telah mendarat. [perfekta]

Keterangan:

Pada kutipan (1) dan (2) pada data kemarin dulu dan pada tahun 1940 merupakan periferal leksikal. Pada data (3) dan (4) yaitu sudah dan telah, kata sudah bisa disebut periferal leksikal karena dapat dipakai secara klausal.

Misalnya:

Apakah dia sudah datang? (Sudah) (secara klausal)

Sudahlah! (klikika emfatis)

Sudahkah? (interogatif)

Saya sudah tidak mampu lagi. (negasi)

Kata telah lebih bersifat gramatikal karena tidak bisa menempati fungsi leksikal periferal. Berikut pembuktiannya:

Apakah dia telah datang? (*Telah)

Telahlah selesai.

Telahkah?

Saya telah tidak mampu lagi.

Sudah akan menempati peran modal jika dikontraskan dengan kata belum yang mencerminkan harapan atau rasa khawatir atau sangkaan dari pihak penutur. Misalnya, Sudah belum? Telah merupakan aspek, karena merupakan konstituen pada predikat. Jika tanpa pemarkahan morfemis verbal, maka sistem kala hanya bisa diaplikasikan secara leksikal saja. Sedangkan penggunakan ’partikel’ akan menonjolkan kegramatikalan sistem kala. Sehingga dasar dari sistem kala adalah sistem aspektual dan modal. Bentuk yang tidak bermarkah dari verba statif mengandung makna kala present (saat ini).

Sedangkan sistem kala secara terperinci dapat ditemukan pada data (Bahasa Inggris) berikut:

(5) The workers went on strike because negotiations had failed. [preterit, lalu anterior]

      (Para pekerja mogok karena negosiasi telah gagal.)

(6) That year they had been married twenty-five years. [anterior]

      (Tahun itu mereka telah menikah dua puluh lima tahun.)

(7) Next year they will have been married twenty-five years. [future anterior]

      (Tahun depan mereka akan telah menikah dua puluh lima tahun

(8) Tomorrow I {will go / am going} downtown. [future]

      (Besok saya akan pergi ke pusat kota.)

(9) Later he {will write / *writes} those letters. [future]

      (Kemudian ia akan menulis {/ * menulis surat-surat.)

Keterangan:

Pada data di atas preterit anterior direferensikan pada preterit sebelumya: had failed direferensikan pada went. Istilah “preterit anterior” menunjukkan hal ini, sedangkan istilah “kala” yang namanya “perfektor anterior” dapat menyesatkan kita, karena istilah “perfekta” sebenarnya menyatakan aspek, bukan kala. Perfekta lebih mengacu kepada aspek bukan kala. Pada data (7) lebih tepat disebut sebagai future perfect. Pada data (9) dapat dilihat bahwa bentuk future harus diberi pemarkah verba bantu. Pada data (8) merupakan bentuk perfect progressive.

b.      Sistem Aspek

Pemarkahan morfologis verbal tanpa verba bantu jarang ditemukan tetapi bisa ditemukan pada predikat perifratis. Terdapat bahasa dengan aspek verbal yang berciri morfologis pada bahasa-bahasa Slav. Aspek menunjukkan segi arti verba yang berkaitan dengan permulaan, ketika terjadi, diulang tidaknya/terdapat hasil atau tidak tindakan tersebut.

Aspek adalah cara untuk memandang pembentukan waktu secara internal di dalam suatu situasi, keadaan, kejadian, atau proses. Dalam berbagai bahasa aspek ini merupakan kategori gramatikal karena dinyatakan secara morfemis. Dalam bahasa Indonesia aspek tidak dinyatakan secara morfemis dengan bentuk kata tertentu, melainkan dengan berbagai cara dan alat leksikal.

Aspek-aspek verbal dapat dibagi atas aspek yang menyangkut beberapa segi dari apa yang diungkapkan oleh verba: yakni permulaan, penyelesaian, hasil, keberlangsungan, pengulangan, kebiasaan, keterikatan pada saat yang tak terbagi, dan keadaan.

(1)   Permulaan: ada verba “inkoatif”, menyatakan dimulainya apa yang dinyatakan oleh verba;

(2)   penyelesaian: ada yang “perfektif” dan “imperaktif”, menyatakan selesai tidaknya tindakan atau berlaku tidaknya keadaan secara definitif;

(3)   hasil: ada yang “resultatif” dan “nonresultatif”, menyatakan ada tidaknya hasil tindakan atau proses;

(4)   keberlangsungan:ada yang “duratif” atau “progresif”, membawa arti berlangsungnya tindakan atau proses;

(5)   pengulangan:ada yang “iteratif”, mengungkapkan sesuatu yang terjadi berulang kali, contoh: memukuli, berasal dari afiks me– + pukul + -i.;

(6)   kebiasaan: ada yang “habituatif”, menyatakan adanya tindakan sebagai suatu kebiasaan;

(7)   keterikatan pada saat tak terbagi: ada yang “pungtual”, membawa arti terjadinya sesuatu pada saat yang tak terbagi, contoh: jatuh, mengerlingkan mata; dan

(8)   keadaan: ada yang “statif”, menyatakan keadaan yang tidak berubah, tanpa proses, tanpa ada yang dihasilkan.

Aspek verbal dapat bersifat leksikal apabila arti leksikalnya menjadi dasar dan berdasarkan afiks derivasional.

Berikut evidensi data dari aspek verbal sintaksis:

Bahasa Inggris

(1)   I {shave/ *am shaving} every morning. [habituatif]

(2)   He {spoke/ *has spoken} to his sister yesterday. [preterit]

(3)   He has spoken to his sister (*yesterday). [preterit]

(4)   They are going home tomorrow. [future]

(5)   They {have been going /*have gone} there for months. [iterative]

(6)   We had a {swim / walk / drink}. [pungtual]

(7)   I am not about to do that. [inkoatif]

 

Keterangan:

Pada data (1), dapat diketahui bahwa aspek habituatif (bercukur setiap pagi) berkenaan dengan penggunaan pada verba progresif tidak gramatikal. Pada data (2) hal yang merujuk pada masa lampau tidak menggunakan kala perfekta tetapi kala preterit. Pada data (3), kala perfekta dapat digunakan apabila tidak ada periferal keterangan waktu secara pungtual yang resultatif. Pada data (4) menunjukkan bentuk future tetapi bukan progresif. Data (5) menunjukkan resultatif secara leksikal. Have been going merupakan data yang tidak gramatikal. Sedangkan have gone bersifat iterartif, yaitu orang yang diacu pada subjek they telah pergi berulang kali. Data (6) menunjukkan frasa to have a [+merupakan verba yang dinominalisasi. Menunjukkan penggunaan waktu yang terbatas. Pada data (7), about to menunjukkan sifat inkoatif dari verba yang mengikutinya.

Dalam bahasa Indonesia untuk menyatakan aspek perfektif digunakan unsur leksikal sudah seperti pada kalimat (Dia sudah makan); untuk menyatakan aspek inseptif, baru mulai, digunakan partikel pun dan lah seperti dalam kalimat (Dia pun berjalanlah); dan untuk menyatakan aspek repetitif bisa dilakukan secara morfemis, yaitu dengan sufiks -i seperti tampak pada kalimat (Dia memukuli pencuri itu).

Bandingkanlah verba mengiris dan memukul yang beraspek momentan itu dengan verba seperti membaca dan menulis yang tidak beraspek momentan. Kita dapat mengatakan dia membaca selama setengah jam dan adik menulis dari pagi sampai siang. Tetapi kita tidak dapat mengatakan ibu mengiris selama setengah jam dan adik memukul dari pagi sampai siang.

c.       Sistem Modus

Mengungkapkan sikap penutur terhadap apa yang dituturkan, kepastian, kesangsian, pertanyaan, pengingkaran dan pandangan riil tidaknya fungsi verba. Modus verbal pada klausa terdapat beberapa jenis yaitu: deklaratif dan interogatif, afirmatif dan negatif, desideratif (optatif/dubitatif), kepastian atau kesangsian, sifat pandangan real atau ireal, sifat hortatif dan imperatif.

Klausa interogatif (Apakah dia sudah berangkat?), beroposisi dengan klausa deklaratif (Dia sudah berangkat). Berdasarkan kedua tipe tersebut dapat dijelaskan bahwa klausa deklaratif merupakan modus yang tak bermarkah dan secara gramatikal (secara sintaksis dan morfologis) tidak memiliki bentuk khusus. Sehingga klausa interogatif merupakan sintaksis khusus yang mempunyai dua bentuk yaitu: yes/no question  (pertanyaan yang membutuhkan jawaban ya/tidak, disebut juga pertanyaan polar) dan WH-question (why, what, which, who, whose, whom, dan how, disebut juga pertanyaan non-polar). Berbagai bahasa mempergunakan juga susunan beruntun dengan subjek sesudah predikat untuk menandai pertanyaan. Dalam bahasa Inggris memiliki verba bantu do/does untuk interogatif (kecuali untuk verba bantu dan verba to be). Sedangkan dalam bahasa Indonesia memiliki klitika-kah dalam pertanyaan.

Klausa negatif (Para mahasiswa tidak setuju) beroposisi dengan klausa afirmatif (Para mahasiswa setuju). Klausa afirmatif adalah modus yang tak bermarkah. Modus negatif pada klausa dianggap sama dengan negasi predikat. Cakupan negasi dapat menjadi struktur yang lebih kecil dari klausa misalnya frasa atau bahkan satu kata saja. Pada klausa Kamu harus pergi bukan ke Jakarta melainkan ke Bandung, yang menjadi cakupan penegasi bukan adalah frasa ke Jakarta.

Beragam alat negasi yaitu: diklitikan pada verba, berupa partikel relatif bebas secara morfologis. Sehingga negasi (klausal) dapat berbentuk konstituen inti (argumen) dan konstituen luar inti (periferal). Contoh:

Jepang

(1)   Koko ni hon wa arimas – en.

Sini di buku PT ada      NEG

Di sini buku itu tidak ada

Inggris

(2)   They {are not/ are’nt} coming.

(3)   They will never do this right.

(4)   Nobody came early.

(5)   We saw nothing.

Perancis

(6)   Ils ne sont      pas venus.

3:J   NEG  VBKP:3:J:KPR NEG datang

Mereka tidak datang [perf]’

Itali

(7)   Non    ne so      nulla.

NEG  dari: itu tahu:1:T:KPR    Neg: apa-apa

Saya tidak tahu apa-apa tentang hal itu

Keterangan:

Pada bahasa Jepang, negasi berupa klitika –en, pada bahasa Inggris penegasinya adalah not, yang juga dapat dienklitikakan pada verba bantu (2). Negasi dapat berupa adverbial temporal (never, (3)),  subjek negatif (nobody, (4)), dan objek negatif (nothing, (5)).

Pada bahasa perancis negasi konstituen berupa ne+verba+pas. Sedangkan pada bahasa Itali ditemukan negasi rangkap yaitu: non+verba+nulla (7). Dalam beberapa bahasa modus desideratif atau optatif berupa morfologis tampak pada paradigma verba contohnya seperti dalam bahasa Yunani Kuno dan Jepang. Biasanya digunakan untuk kalimat pujian atau mengagungkan. Contoh modus subjungtif berperan sebagai optatif, berikut:

Latin

(8)   Viv at rex.

Hidup    3:T:KPR:SJ:AKT   raja

Hidup Raja!

Jerman

(9)   Er    leb-e hoch.

3:M:T     hidup    3:T:KPR:SJ tinggi

Semoga ia hidup!

Inggris

(10)           Long live-ø       the queen.

Lama hidup:3:T:KPR:SJ    ART:DEF  ratu

Hidup Sri Ratu!

Indikatif ‘Ia hidup’ pada bahasa latin adalah vivit, dalam bahasa Jerman: lebt, dalam bahasa Inggris: lives. Pada bahasa lain juga bisa terdapat konstituen khusus optatif advebia dan verba bantu khusus. Misalnya:

Indonesia

(11)           Semoga Ia berhasil.

Belanda

(12)           Mog-    e hij morgen slagen.

VB:3:T:OPT 3:M:T besok lulus:INF

Semoga ia lulus besuk’.

Inggris

(13)           May he    be successful.

Semoga 3:T:M   KOP:INF bersukses

Semoga ia sukses

Alat modus desideratif atau optatif biasa ditemukan pada verba bantu yang mengandung makna ‘ingin’, ‘dapat/mampu’, ‘boleh’ dan ‘harus’. Contoh kata dalam bahasa Inggris yaitu: want to, wishes to, can, may, must.

Inggris

(14)           I want to go Indonesia.

(15)           She wishes to start her own bussines.

(16)           We cannot do this immediately.

(17)           You may go now.

(18)           They must participate in the meetings.

Indonesia

(19)           Kami {ingin/mau} belajar linguistik.

(20)           Mereka menghendaki menjadi pegawai negeri.

(21)           Saya dapat mengemudi mobil.

(22)           Siapa yang harus membayar ini?

(23)           Anda boleh pergi.

Modus irealis adalah modus yang dimarkahi, beroposisi dengan modus realis, yang tidak bermarkah dan tidak berbeda dari modus deklaratif. Modus subjungtif dalam beberapa bahasa menjadi alat modus irealis, sedangkan pada beberapa bahasa yang lain juga yang menjadi modus irealis adalah verba bantu atau konstituen. Contoh:

Jerman

(24)           (Man sagt) Karl sei krank.

      (Katanya)  Karl KOP:3:T:KPR:SJ sakit.

Katanya si Karl sakit’.

Belanda

(25)           Hij    moet ziek   zijn.

3:M:T   VBIR   sakit   KOP:INF

Katanya ia sakit’.

Inggris

(26)           He            is supposed      to be ill.

3:T:MVBP:3:T:IND  andaikan:PAP PINF KOP:INF sakit

Katanya dia sakit’.

Pada data (24) bentuk subjungtif sei menunjukkan bahwa penutur tidak mau terikat pada benar tidaknya berita, atau desas-desus, bahwa Karl sedang sakit. Dalam bahasa Belanda digunakan verba bantu moeten ‘harus’ (merupakan contoh verba modal irealis), sedangkan pada bahasa Inggris terdapat struktur verba supposed to. Selain itu juga ada tipe kalimat menyatakan ketidakriilan tetapi bisa sebagai sebuah kemungkinan yang terjadi pada saat lampau, misalnya:

Inggris

(27)           That would not have been necessary.

Itu    VBIR NEG VBKP KOP:INF mutlak

Hal itu memang tidak mutlak seperti itu’.

Konstruksi tersebut dalam bahasa Indonesia mengandung klausa bawahan yang diawali dengan: (kalau) seandainya, atau (kalau) sekiranya.

Modus imperatif merupakan modus yang digunakan untuk memerintah atau menyuruh melakukan sesuatu, biasanya bisa disebut juga modus ekshortatif atau hortatif. Modus imperatif hortatif dapat berupa morfemis yang disertai konstituen khusus. Contoh:

(28)           Ambil buku itu! (Indonesia)

(29)           (You) go away! (Inggris)

d.      Kongruensi dan Penguasaan

Pengendalian bentuk-bentuk kata variabel yang dilakukan oleh pengelompokkan sintaktis tertentu dapat dibagi menjadi dua jenis utama: kongruensi (atau kesesuaian) dan penguasaan (atau reksio). Kongruensi (concord) adalah persyaratan bahwa bentuk-bentuk dari dua kata lebih dari kelas kata tertentu yang mempunyai hubungan sintaktis yang khusus harus juga dicirikan oleh kategori (atau kategori-kategori) yang sama yang ditandai secara paradigmatis.

Nomina dan verba bahasa Inggris dalam kalimat man eats dan men eat memperlihatkan kongruensi jumlah, karena nomina maupun verba dalam konstruksi ini harus tunggal atau jamak. Dalam bahasa Perancis, konstruksi nomina + adjektiva memperlihatkan kongruensi genus dan jumlah, dan konstruksi serupa dalam bahasa Jerman memperlihatkan kongruensi genus, jumlah, dan kasus. Dalam bahasa Perancis dan Jerman, genus biasanya tidak dinyatakan dalam bentuk nomina, kecuali dalam pasangan kata tigre /tigr/ ‘macan’, tigresse /tigres/ ‘macan betina’ dan Verfassser /ferfaser/ ‘penulis’, Verfasserin /ferfaserin/ ‘penulis wanita’. Namun, setiap nomina dalam bahasa ini dan dalam banyak bahasa lain termasuk salah satu genus tertentu.

Dalam bahasa Inggris kongruensi, kategori antara pronomina dan verba tampak dalam persona dan jumlah; I, you, we, dan they diikuti oleh eat; he, she, dan it (seperti semua nomia tunggal dan frasa nomina) diikuti oleh eats. Dan, untuk verba to be, I, you, dan he, she, it dibedakan oleh tiga kongruensi verbal: I am, you are, he is. Dalam banyak bahasa lain, kategori persona sebagai kategori kongruensi antara pronomina dan bentuk verba mempunyai wujud yang lebih terinci. Pronomina yang memerlukan verba yang berbeda-beda disebut persona pertama, persona kedua, dan persona ketiga. Dalam beberapa bahasa terdapat kongruensi antara pronomina dan nomina, yang ditandai dengan afiks dalam bentuk nomina (yang sering disebut “posesif”).

Meskipun kongruensi sering bisa diungkapkan dengan bentuk-bentuk yang serupa secara fonologis dalam beberapa kata, seperti dalam bahasa Latin /bona fe:mina/ ‘wanita (feminin) yang baik’, /bonus hortus/ ‘kebun (maskulin) yang bagus’, hal ini hanya suatu kebetulan. Yang penting ialah bahwa kita memerlukan bentuk-bentuk yang sepadan untuk kata-kata yang berhubungan secara sintaktis menurut cara-cara tertentu. Dalam bahasa Latin /bonus hortus/ (maskulin), /bona humus/ ‘tanah (feminin) yang bagus’, dan /bona nauta/ ‘pelaut (maskulin) yang baik’, semuanya ditandai oleh kongruensi genus dalam hubungan sintaktis yang sama, meskipun bentuk-bentuk katanya berlainan. Seperti yang telah kita lihat dalam bahasa Inggris, kongruensi dengan bentuk-bentuk verbalah yang menyatukan boys dengan men, boy dengan man, sebagai pasangan kata yang sama secara gramatikal.

Kita bisa melihat bahwa pola-pola kongruensi berbagai bahasa tidak selalu sama, meskipun konstruksi sintaktis yang terlihat dan terjemahan kalimatnya tampak sepadan. Bahasa Pernacis dan Jerman lebih banyak memakai kongruensi daripada bahasa Inggris. Bahasa Latin dan Yunani menggunakan lebih banyak lagi kongruensi daripada bahasa Perancis dan Jerman. Kadang-kadang konstruksi-konstruksi yang sepadan dalam bahasa-bahasa yang berlainan memperlihatkan persyaratan kongruensi yang sangat berbeda. Dalam beberapa bahasa, adjektiva dan nomina dalam kalimat berhubungunan menurut dua jenis konstruksi yang utama, yaitu endosentris atau “mewatasi” dan eksosentris atau “predikatif” (contoh masing-masing dalam bahasa Inggris the good man dan The man is good).

Pengendalian sintaktis yang lain atas bentuk kata, yaitu penguasaan (government) atau reksio, dapat didefinisikan sebagai persyaratan bahwa sebuah kata dari kelas kata tertentu dalam suatu konstruksi sintaktis dengan kata lain dari kelas tertentu harus memperlihatkan kategori khusus. Contoh yang umum adalah perposisi yang mengharuskan nomina yang bersangkutan bentuk khusus tertentu; contohnya ialah bahasa Jerman dan bahasa Latin. Dalam bahasa Latin /ad/ ‘ke’ mensyaratkan atau menguasai kasus akusatif (/ad montem/ ‘ke gunung’); /de:/ ‘ke bawah, dari’ mensyaratkan atau menguasai kasus ablatif: /de: monte/ ‘dari gunung’. Dalam pengertian yang lebih umum, kata-kata, seperti preposisi, yang secara teratur mesyaratkan kehadiran kata lain dari kelas tertentu yang mempunyai hubungan tertentu dengan kata-kata tersebut dalam kalimat, dikatakan menguasai seluruh kata lain tersebut. Kedua pemakian itu digabungkan apabila dikatakan bahwa preposisi tertentu menguasai sebuah nomina dalam kasus akusatif.

Preposisi bisa menguasai berbagai kasus, dan kadang-kadang satu preposisi menguasi lebih dari satu kasus, baik dengan maupun tanpa perbedaan makna. Dalam bahasa Latin, /ad/ dan /de:/ masing-masing hanya menguasai kasus akusatif dan ablatif; /in/ menguasai kasus akusatif dan berarti ‘ke dalam’ (/in urbem/ ‘ke dalam kota’) dan juga kasus ablatif dan berarti ‘(ditempatkan) di’ (/in urbe/ ‘di kota’).  Dalam bahasa Jerman, von /fɔn/ ‘dari’ menguasai kasus datif (von de Manne /fɔn de:m ‘mane/ ‘dari pria itu’); statt /ʃtat/ ‘alih-alih’ menguasai genetif (statt des Mannes / ʃtat des ‘mannes/ ‘alih-alih pria itu’); gegen /’ge:gen/ ‘terhadap’ menguasai kasus akusatif (gegen den Mann /’ge:gen de:n ‘man/ ‘terhadap pria itu’); lἂngs /lens/ ‘sepanjang’ menguasai kasus datif dan genetif dengan tanpa membedakan makna (lἂngs dem Flusse /lens de:m ‘fluse/, atau lἂngs des Flusses /lens des ‘fluses/ ‘sepanjang sungai itu’); an /?an/ menguasai kasus datif dan berarti ‘di’ (an der Tȕre /?an de:r ‘ty:re/ ‘di pintu’) dan juga kasus akusatif dan berarti ‘ke’ (an die Tȕre / ?an di: ‘ty:re/ ‘ke pintu’).

Dalam bahasa Inggris, penguasaan, sebagaimana istilah itu dipakai di sini, hanya berlaku bagi pronomina di antara kata-kata variabel. Preposisi dan verba menguasai bentuk (kasus) tertentu dalam paradigma pronomina, tergantung hubungan sintaktis preposisi dan verba tersebut dengan pronomina yang bersangkutan: to me ‘kepadaku’, to us ‘kepada kami/kita’, I helped him ‘Saya membantunya’, He helped me ‘Ia membantu saya’, We came ‘Kami/kita datang’, Save us! ‘Selamatkan kami!’, dan sebagainya.

Bahasa yang membuat pembedaan kasus untuk nomina dan untuk kata-kata lain sering mempunyai dua kasus nomina seperti yang dipakai dalam dua konstruksi yang paling lazim dengan verba sebuah kalimat.

e.       Subjek dan Objek

Istilah subjek dan objek diterapkan secara berbeda-beda dalam bahasa yang berbeda, tetapi dengan kesahihan yang sama. Dalam bahasa Inggris, bahasa Jerman, dan bahasa Indonesia, istilah subjek bisa diterapkan pada nomina, atau kata yang sama atau frasa yang sama, yang terdapat dalam kalimat eksosentris dasar terkecil seperti yang diwakili dalam kalimat John bekerja. Dalam bahasa Latin istilah tersebut bisa didefinisikan dengan mengacu kepada kongruensi persona dan jumlah yang terdapat di antara satu nomina (atau pronomina atau frasa nomina yang sepadan) dalam kasus nominatif dan verbanya, dan bukan antara verba dan nomina lainnya; urutan kata tidaklah relevan. Kita bisa memberikan contoh kalimat seperti /pater fi:lium amat/ ‘Ayah mencintai anak laki-laki’, /patrem fi:lius amat/ ‘Anak laki-laki mencintai ayah’, /pater fi:lio:s amat/ ‘Ayah mencintai anak laki-laki’, dan /patre:s fi:lius amat/ ‘Anak laki-laki mencintai ayah-ayah’. Dalam semua kalimat tersebut, /pater/ dan /fi:lius/ berada dalam hubungan subjek dengan verba, karena kata-kata tersebut termasuk kasus nominatif dan mempunyai kongruensi jumlah dengan verba /amat/, tanpa memperhatikan urutan kata dalam setiap kalimat.

Apabila subjek telah didefinisikan dengan memuaskan dalam sebuah bahasa, predikat dapat dipakai untuk mengacu kepada bagian lainnya yang bukan subjek dalam kalimat tersebut. Cara ini sering berguna, karena pembagian yang pokok menjadi dua konstituen terdekat sering memenggal bagian subjek dari bagian predikat suatu kalimat.

Kriteria yang sama dengan yang dipakai dalam bahasa Latin juga dapat diterapkan dalam mengidentifikasi elemen subjek dalam kalimat bahasa Jerman, dan dalam sejumlah kecil kalimat bahasa Perancis dan Inggris. Namun, dalam bahasa-bahasa ini, urutan kata juga merupakan faktor yang relevan, dan, dalam bahasa Inggris, kongruensi antara nomina dan verba kurang begitu jelas. John saw Mary dan mary saw John merupakan dua kalimat yang berbeda, dengan kata-kata yang berbeda sebagai subjek yang hanya dinyatakan dengan urutan kata; keadaan ini tidak mungkin terdapat dalam bahasa Latin.

Dalam beberapa bahasa, objek untuk sebagian dapat didefinisikan dengan mengacu kepada kasus sebuah nomina dalam kalimat, dan sebagian lagi dengan mengacu kepada urutan kata dalam bahasa-bahasa seperti bahasa Inggris. Dalam contoh kalimat bahasa Latin di atas, /fi:lium/, /patrem/, dan /fi:lios/ diidentifikasi sebagai nomina objek. Sebagai bentuk kata, /patre:s/ adalah ambigu, karena bentuk ini mewakili kasus akusatif dan juga kasus nominatif. Bentuk itu dapat diidentifikasi sebagai objek dalam kalimat di atas, karena bentuk tersebut tidak berkongruensi dengan verba tunggal. Dalam kedua kalimat bahasa Inggris di atas, Mary dan John, yang menduduki postverbal, masing-masing merupakan objek dalam kalimat pertama dan kedua. Menurut konstituen terdekat, pembagian utama adalah antara nomina (atau pronomina)

John    saw      Mary

subjek dan verba + nomina (atau pronomina) objek, misalnya:

Mary    saw     John

dan demikian juga dalam bahasa-bahasa lain. Akan tetapi, subjek dan objek sering didefinisikan dengan paling memuaskan dengan mengacu kepada kesepadanan transformasional dalam pasangan kalimat yang sama secara leksikal, yaitu masing-masing aktif dan pasif; /pater fi:lium amat/ ‘Ayah mencintai anak laki-laki’, /fi:lius a: patre ama:tur/ ‘Anak laki-laki dicintai ayah’, dan dalam bahasa Inggris John saw Mary ‘John melihat Mary’, Mary was seen by John ‘Mary dilihat oleh John’.

Janganlah menduga bahwa subjek dan predikat dapat diketahui secara formal dalam semua kalimat suatu bahasa. Dalam kebanyakan kalimat imperatif, tidak ada nomia atau pronomina subjek, seperti dalam contoh berikut: Lari!, Tangkap dia!, dan sebagainya.

Tidaklah mengherankan bahwa dalam banyak struktur kalimat ada kesepadanan antara apa yang secara formal diidentifikasi sebagai subjek gramatikal kalimat dengan subjek logis sebuah proposisi, dan dengan subjek psikologis, atau topik utama. Namun, kesepadanan itu tidak selalu ada, dan juga tidak tetap.

Kita akan melihat bahwa dalam bahasa-bahasa kerabat di Eropa, seperti bahasa Inggris, Perancis, Jerman, dan Latin, ciri-ciri yang sama, yaitu posisi, bentuk kasus, dan sebagainya, merupakan ciri khas nomina atau pronomina subjek dari verba transitif dan verba intransitif. Misalnya, He followed her ‘Ia (laki-laki) mengikutinya (perempuan)’, dan He ran ‘Ia (laki-laki) berlari’; She followed him ‘Ia (perempuan) mengikutinya (laki-laki)’, dan She ran “Ia (perempuan) berlari’, dan kita bisa mempunyai He ran and followed her ‘Ia (laki-laki) berlari dan mengikutinya (perempuan)’. Dalam beberapa bahasa, seperti bahasa Baska, Kartvelli, dan Hindi (hanya untuk kala-kala verba tertentu saja), dan dalam bahasa asli Australia, subjek dari verba intransitif sering sepadan secara gramatikal dengan objek dari verba transitif. Jadi, dalam bahasa Baska terdapat /gizona etorrida/ ‘(orang itu datang) Orang itu telah datang’ dan /mutilak gizona jo du/ ‘(anak-kecil-itu orang-itu memukul-nya-dia) Anak kecil itu memukul orang itu’; nomina /gizona/ ‘orang’ termasuk kasus yang sama dalam kedua kalimat tersebut (absolutif atau nominatif), dan nomina /mutilak/ ‘anak kecil’ termasuk kasus ergatif. Istilah ergatif (“efektif”) digunakan untuk menganalisis kalimat yang pelaku atau “efektor’-nya (di sini anak kecil itu) bukan termasuk kasus subjek yang umum.

Konstruksi semacam ini disebut konstruksi ergatif yang berbeda dari konstruksi nominatif-akusatif, dan bahasa yang banyak menggunakan konstruksi ergatif disebut bahasa ergatif. Akhir-akhir ini konstruksi semacam ini banyak menarik perhatian, dan beberapa linguis telah menemukan konstruksi tersebut dalam bahasa-bahasa lain, seperti dalam kalimat bahasa Inggris Theses apples bake well “Aapel-apel ini terpanggang dengan baik’ (bandingkan The cook baked the aplles ‘Tukang masak itu membakar apel’).

REFERENSI

Robins, R. H. 1992. Linguistik Umum, Sebuah Pengantar. Terjemahan Soenarjati Djajanegara. Yogyakarta: Kanisius.

 

Sintaksis Klausa: Sistem Kala, Aspek dan Modus. http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com. (diunduh 18 Desember 2012).

Verhaar, J. W. M. 2006. Asas-Asas Linguistik Umum. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.